Oleh: Razan Izazi
Melihat
lebih dekat hubungan kerjasama antar negara-negara di kawasan regional, yang
paling dekat dengan realitas bangsa Indonesia yaitu ASEAN. Dalam kenyataannya
hubungan regional di ASEAN masih banyak mengalami konflik. Salah satunya
berkaitan dengan hubungan kerjasama dalam kegiatan ketenagakerjaan antara
Indonesia dan Malaysia. Banyak kasus yang terkadang tidak ditemukan ujung
pangkalnya. Dengan diraihnya Nobel Perdamaian oleh Uni Eropa diharapkan dapat
menjadi motivasi besar untuk ASEAN dan kawasan-kawasan lain di seluruh dunia
dalam mengatasi konflik dan menciptakan perdamaian.
Ditemui
oleh Razan Izazi di ruang tamu gedung 5 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Parahyangan – Bandung, pada Kamis (1/11) sekitar pukul 12.30 WIB. DR.
I Nyoman Sudira atau yang akrab dipanggil Mas Nyoman, seorang ahli konflik dan
perdamaian lulusan University of Helsinki, Finland, Political Science 2009,
yang kini sibuk mengajar sebagai dosen dan ketua jurusan Hubungan Internasional
FISIP Universitas Parahyangan ini bercerita mengenai pendapat beliau terhadap
Nobel Perdamaian 2012 dan konflik yang ada di ASEAN.
Apa
yang Anda ketahui mengenai nobel perdamaian?
Kalau sejarah
persisnya saya harus lihat ulang, karena itu menyangkut nama orang, visi, dan event yang sangat terkait dengan hal itu.
Terkait dengan Nobel Perdamaian tahun ini yang diberikan kepada Uni Eropa, bagaimana tanggapan Anda?
Bagi saya
pribadi, kalau kita melihat sejarah dan dinamika Uni Eropa, bagaimana
pendiriannya sejak perang dunia II justru pemberian hadiah Nobel, dilihat dari
sejara Uni Eropa sendiri kemudian apa yang sudah mereka lakukan, saya rasa
layak. Di dalam 2 perang dunia, Eropa hancur. Namun sekarang Uni Eropa sebagai
sebuah institusi tidak hanya menciptakan, tapi juga memelihara, dan membangun
perdamaian.
Saat ini Uni Eropa dinilai berhasil menyatukan dan mewujudkan hak asasi dan kerjasama di kawasan Eropa. Menurut Anda, usaha apa saja yang dilakukan Uni Eropa untuk melakukan hal tersebut?
Menurut saya,
usaha yang mereka lakukan yaitu dengan membuat klausul-klausul kerjasama, baik
itu dalam kerjasama ekonomi, industri baja dan batu bara. Hingga dalam kerjasama
sosial dan politik.
Apakah dengan diberikannya penghargaan Nobel Perdamaian kepada Uni Eropa dapat berpengaruh terhadap perdamaian dunia?
Pengaruhnya terhadap
dunia internasional, dapat saya katakan bahwa paling tidak apa yang sudah
dilakukan Uni Eropa dapat menginspirasi kawasan-kawasan lain. Kalau kawasan-kawasan lain seperti Asia
Tenggara dan lainnya dapat mengikuti pola yang dilakukan oleh Uni Eropa hingga
mendapatkan Nobel Perdamaian. Ada pandangan yang sangat sentral dalam studi
saya, yang mengatakan bahwa peace can be
start with the region, jadi kalau setiap kawasan damai maka dunia akan
damai. Dunia ini kan terdiri dari kawasan-kawasan, toh..
Berkaitan dengan perdamaian antar kawasan, mengapa di ASEAN sebagai salah satu kawasan regional di Asia masih sering terjadi konflik?
Mengapa konflik
terjadi di Asia Tenggara, kita harus melihat bahwa diversity di dalam sebuah kawasan paling kompleks ada di Asia
Tenggara. Rezim demokrasi baru di Indonesia, Singapura baru akan menuju
demokrasi, Malaysia belum, dan yang baru menapaki demokrasi Filipina. Selain
persoalan rezim, memang dari segi besaran ekonomi ASEAN juga sangat beragam.
Selain itu juga, tidak adanya inisiatif dari ASEAN sendiri sebagai institusi
seperti yang terjadi di Eropa bahwa ada klausul yang mengatur, tidak hanya non-interference seperti ASEAN.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai kasus hak asasi TKI yang di “sale” di Malaysia baru-baru ini?
Ini yang
penting, kalau saya melihat hubungan Indonesia dengan Malaysia dalam konteks
ini. Ada satu klausul yang perlu dikedepankan supaya kedepannya nanti
persoalan-persoalan damai dan hak asasi manusia tidak banyak terusik. Bila kita
mendekatinya dari segi bilateral, harus ada apa yang dikenal dengan equal relationship. Saya tidak tahu
pasti tapi dari apa yang saya baca dan saya ikuti, ada keterbalikan antara
logika hubungan Indonesia dan Malaysia baik dalam konteks bilateral maupun
multilateral dalam ASEAN.
Menurut Anda, apa yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut?
Menurut saya,
adanya pergeseran nilai yang sangat menyedihkan dari orang Indonesia. Dulu
orang Malaysia bangga dengan Indonesia, namun sekarang berbalik. Yang kita
kirim bukan lagi kaum cendikiawan, namun TKI. Belum lagi
pelanggaran-pelanggaran prosedural tentang international
worker. Akan salah jika Indonesia selalu menganggap bahwa mengirimkan TKI
akan menjadi sumber defisa negara. Itu akan mencerminkan penurunan kredibilitas
bangsa. Selama anggapan itu masih ada, apakah itu hak asasi, hubungan baik, dan
perdamaian akan terganggu.
Usaha apa yang harus dilakukan oleh pemerintah kedua negara untuk menanggapi kasus tersebut?
Mengatasi dan
mendekatinya harus sistemik. Tidak bisa hanya dilihat secara parsial. Harus ada
aksi bersama antara kedua negara untuk menangani hal ini.
Dan apa pula yang harus dilakukan ASEAN sebagai sebuah institusi regional untuk mengatasi masalah yang terjadi pada dua negara di ASEAN itu sendiri?
Pastinya harus
dibuat klausul untuk mengatur hubungan-hubungan perdamaian di Asia Tenggara.
Namun, yang terpenting sebagai sebuah kawasan dan sebagai sebuah institusi
regional adalah people to people
integration. Jadi tidak hanya berintegrasi sebagai sebuah kawasan diatas
kertas, namun juga adanya kerjasama nyata.
Lalu, adakah cara-cara yang harus dilakukan oleh ASEAN maupun kawasan-kawasan lain di dunia untuk mencapai perdamaian, paling tidak seperti Uni Eropa?
Harus ada rasa
tanggung jawab sebagai sebuah institusi regional. Tidak hanya tanggung jawab
moral, namun juga politik dan ekonomi. Selain itu harus ada semangat untuk saling
mengerti dan bekerjasama antar negara-negara sehingga tercipta common market dengan setiap negara.
Menurut Anda faktor apakah yang menyebabkan ASEAN atau Indonesia pada khususnya belum pernah meraih Nobel Perdamaian?
Berbicara
mengenai Nobel Perdamaian, ada yang pernah bahkan banyak yang diisukan mau
mendapatkan nobel perdamaian. Belum lama ini Pak Jusuf Kalla diisukan menjadi
nominasi Nobel Perdamaian pada saat beliau berhasil menyelesaikan konflik Aceh.
Namun, banyak pihak-pihak mungkin juga dukungan dari pemerintah yang belum siap
terhadap hal itu.
Lalu, menurut Anda, apakah ASEAN dan Indonesia bisa meraih penghargaan Nobel untuk kedepannya? Kira-kira kapan?
Menurut saya
untuk kedepannya bisa. Tapi kapannya saya tidak tahu. Satu atau dua tahun lagi belumlah,
lima tahun lagi juga belum...
Kalau Anda sendiri, apakah berniat untuk mendapatkan Nobel Perdamaian?
Kalau saya hanya
ingin menjadi guru dan dosen untuk mahasiswa saya. Kalau seandainya ada hadiah
perdamaian untuk seorang dosen, saya mau.
Kemudian apa harapan Anda untuk perdamaian di dunia?
Harapan saya
korupsi harus dihentikan. Saya dengan tegas mengatakan bahwa negara-negara di
dunia yang mendekati perdamaian adalah negara-negara yang tidak korupsi.
Semakin kecil korupsi yang ada disuatu negara maka akan meningkatkan tataran
perdamaian di negara tersebut. Bagi saya, mulailah dari hal-hal kecil di negara
sendiri. Satu hal yang ingin saya tekankan bahwa we can create peace by eradicate corruption.
0 comments:
Post a Comment