Pages

Thursday, November 8, 2012

Kontroversi Uni Eropa dan Motivasi bagi Institusi Regional


Oleh: Razan Izazi

Nobel perdamaian 2012 yang diberikan kepada Uni Eropa oleh panitia Nobel di Oslo Norwegia, Jumat (12/10) sedikit banyak menuai kontroversi. Nobel perdamaian yang diberikan pada salah satu institusi regional ini dianggap menyalahi wasiat Alfred Nobel. Namun, hadiah Nobel perdamaian ini adalah sebuah angin segar bagi Uni Eropa yang sedang menuai krisis ekonomi dan kerusuhan sosial yang cukup besar. Komite Nobel Norwegia mengatakan bahwa Uni Eropa berhak mendapatkan Nobel Perdamaian atas kontribusinya dalam enam dekade ini bagi kemajuan perdamaian dan rekonsiliasi, demokrasi dan hak asasi manusia di Eropa.

Melihat lebih dekat hubungan kerjasama antar negara-negara di kawasan regional, yang paling dekat dengan realitas bangsa Indonesia yaitu ASEAN. Dalam kenyataannya hubungan regional di ASEAN masih banyak mengalami konflik. Salah satunya berkaitan dengan hubungan kerjasama dalam kegiatan ketenagakerjaan antara Indonesia dan Malaysia. Banyak kasus yang terkadang tidak ditemukan ujung pangkalnya. Dengan diraihnya Nobel Perdamaian oleh Uni Eropa diharapkan dapat menjadi motivasi besar untuk ASEAN dan kawasan-kawasan lain di seluruh dunia dalam mengatasi konflik dan menciptakan perdamaian.

Ditemui oleh Razan Izazi di ruang tamu gedung 5 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Parahyangan – Bandung, pada Kamis (1/11) sekitar pukul 12.30 WIB. DR. I Nyoman Sudira atau yang akrab dipanggil Mas Nyoman, seorang ahli konflik dan perdamaian lulusan University of Helsinki, Finland, Political Science 2009, yang kini sibuk mengajar sebagai dosen dan ketua jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Parahyangan ini bercerita mengenai pendapat beliau terhadap Nobel Perdamaian 2012 dan konflik yang ada di ASEAN.

 DR. I Nyoman Sudira, saat ditemui di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Parahyangan, Bandung (1/11).

Apa yang Anda ketahui mengenai nobel perdamaian?
Kalau sejarah persisnya saya harus lihat ulang, karena itu menyangkut nama orang, visi, dan event yang sangat terkait dengan hal itu.

Terkait dengan Nobel Perdamaian tahun ini yang diberikan kepada Uni Eropa, bagaimana tanggapan Anda?
Bagi saya pribadi, kalau kita melihat sejarah dan dinamika Uni Eropa, bagaimana pendiriannya sejak perang dunia II justru pemberian hadiah Nobel, dilihat dari sejara Uni Eropa sendiri kemudian apa yang sudah mereka lakukan, saya rasa layak. Di dalam 2 perang dunia, Eropa hancur. Namun sekarang Uni Eropa sebagai sebuah institusi tidak hanya menciptakan, tapi juga memelihara, dan membangun perdamaian.

Saat ini Uni Eropa dinilai berhasil menyatukan dan mewujudkan hak asasi dan kerjasama di kawasan Eropa. Menurut Anda, usaha apa saja yang dilakukan Uni Eropa untuk melakukan hal tersebut?
Menurut saya, usaha yang mereka lakukan yaitu dengan membuat klausul-klausul kerjasama, baik itu dalam kerjasama ekonomi, industri baja dan batu bara. Hingga dalam kerjasama sosial dan politik.

Apakah dengan diberikannya penghargaan Nobel Perdamaian kepada Uni Eropa dapat berpengaruh terhadap perdamaian dunia?
Pengaruhnya terhadap dunia internasional, dapat saya katakan bahwa paling tidak apa yang sudah dilakukan Uni Eropa dapat menginspirasi kawasan-kawasan lain.  Kalau kawasan-kawasan lain seperti Asia Tenggara dan lainnya dapat mengikuti pola yang dilakukan oleh Uni Eropa hingga mendapatkan Nobel Perdamaian. Ada pandangan yang sangat sentral dalam studi saya, yang mengatakan bahwa peace can be start with the region, jadi kalau setiap kawasan damai maka dunia akan damai. Dunia ini kan terdiri dari kawasan-kawasan, toh..

Berkaitan dengan perdamaian antar kawasan, mengapa di ASEAN sebagai salah satu kawasan regional di Asia masih sering terjadi konflik?
Mengapa konflik terjadi di Asia Tenggara, kita harus melihat bahwa diversity di dalam sebuah kawasan paling kompleks ada di Asia Tenggara. Rezim demokrasi baru di Indonesia, Singapura baru akan menuju demokrasi, Malaysia belum, dan yang baru menapaki demokrasi Filipina. Selain persoalan rezim, memang dari segi besaran ekonomi ASEAN juga sangat beragam. Selain itu juga, tidak adanya inisiatif dari ASEAN sendiri sebagai institusi seperti yang terjadi di Eropa bahwa ada klausul yang mengatur, tidak hanya non-interference seperti ASEAN.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai kasus hak asasi TKI yang di “sale” di Malaysia baru-baru ini?
Ini yang penting, kalau saya melihat hubungan Indonesia dengan Malaysia dalam konteks ini. Ada satu klausul yang perlu dikedepankan supaya kedepannya nanti persoalan-persoalan damai dan hak asasi manusia tidak banyak terusik. Bila kita mendekatinya dari segi bilateral, harus ada apa yang dikenal dengan equal relationship. Saya tidak tahu pasti tapi dari apa yang saya baca dan saya ikuti, ada keterbalikan antara logika hubungan Indonesia dan Malaysia baik dalam konteks bilateral maupun multilateral dalam ASEAN.

Menurut Anda, apa yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut?
Menurut saya, adanya pergeseran nilai yang sangat menyedihkan dari orang Indonesia. Dulu orang Malaysia bangga dengan Indonesia, namun sekarang berbalik. Yang kita kirim bukan lagi kaum cendikiawan, namun TKI. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran prosedural tentang international worker. Akan salah jika Indonesia selalu menganggap bahwa mengirimkan TKI akan menjadi sumber defisa negara. Itu akan mencerminkan penurunan kredibilitas bangsa. Selama anggapan itu masih ada, apakah itu hak asasi, hubungan baik, dan perdamaian akan terganggu.

Usaha apa yang harus dilakukan oleh pemerintah kedua negara untuk menanggapi kasus tersebut?
Mengatasi dan mendekatinya harus sistemik. Tidak bisa hanya dilihat secara parsial. Harus ada aksi bersama antara kedua negara untuk menangani hal ini.

Dan apa pula yang harus dilakukan ASEAN sebagai sebuah institusi regional untuk mengatasi masalah yang terjadi pada dua negara di ASEAN itu sendiri?
Pastinya harus dibuat klausul untuk mengatur hubungan-hubungan perdamaian di Asia Tenggara. Namun, yang terpenting sebagai sebuah kawasan dan sebagai sebuah institusi regional adalah people to people integration. Jadi tidak hanya berintegrasi sebagai sebuah kawasan diatas kertas, namun juga adanya kerjasama nyata.

Lalu, adakah cara-cara yang harus dilakukan oleh ASEAN maupun kawasan-kawasan lain di dunia untuk mencapai perdamaian, paling tidak seperti Uni Eropa?
Harus ada rasa tanggung jawab sebagai sebuah institusi regional. Tidak hanya tanggung jawab moral, namun juga politik dan ekonomi. Selain itu harus ada semangat untuk saling mengerti dan bekerjasama antar negara-negara sehingga tercipta common market dengan setiap negara.

Menurut Anda faktor apakah yang menyebabkan ASEAN atau Indonesia pada khususnya belum pernah meraih Nobel Perdamaian?
Berbicara mengenai Nobel Perdamaian, ada yang pernah bahkan banyak yang diisukan mau mendapatkan nobel perdamaian. Belum lama ini Pak Jusuf Kalla diisukan menjadi nominasi Nobel Perdamaian pada saat beliau berhasil menyelesaikan konflik Aceh. Namun, banyak pihak-pihak mungkin juga dukungan dari pemerintah yang belum siap terhadap hal itu.

Lalu, menurut Anda, apakah ASEAN dan Indonesia bisa meraih penghargaan Nobel untuk kedepannya? Kira-kira kapan?
Menurut saya untuk kedepannya bisa. Tapi kapannya saya tidak tahu. Satu atau dua tahun lagi belumlah, lima tahun lagi juga belum...

Kalau Anda sendiri, apakah berniat untuk mendapatkan Nobel Perdamaian?
Kalau saya hanya ingin menjadi guru dan dosen untuk mahasiswa saya. Kalau seandainya ada hadiah perdamaian untuk seorang dosen, saya mau.

Kemudian apa harapan Anda untuk perdamaian di dunia?
Harapan saya korupsi harus dihentikan. Saya dengan tegas mengatakan bahwa negara-negara di dunia yang mendekati perdamaian adalah negara-negara yang tidak korupsi. Semakin kecil korupsi yang ada disuatu negara maka akan meningkatkan tataran perdamaian di negara tersebut. Bagi saya, mulailah dari hal-hal kecil di negara sendiri. Satu hal yang ingin saya tekankan bahwa we can create peace by eradicate corruption.

0 comments:

Post a Comment